Cerpen : Lantas Kemana Dia Pergi? (Bag 7 : Hilang)
Cerita sebelumnya bagian 6
Sudah lama menjomblo ternyata ada enak, ada nggaknya juga. Aku mulai sadar, selama ini ada beberapa orang yang selalu memperhatikan, namun aku sama sekali tidak sadar akan hal itu. Sudah hampir satu tahun rasanya menjomblo, Citra yang dulu hampir jadian pun, entah hilang kemana. Rasa-rasanya dia sudah tak lagi perlu aku. Ya, dia hanya menjadikanku selingan sementara, dimana hatinya masih terpaut pada masa lalu.
Tika pun entah sudah kemana, dia sudah berbeda kelas, sudah jauh dan sudah memiliki tambatan hati yang lain. Kabarnya pun, mereka akan saling bersama satu Universitas kelak. Sedangkan aku, masih berjibaku dengan banyaknya tugas sekolah, persiapan UN dan sampai-sampai tidak tahu lagi bagaimana indahnya jatuh cinta.
Meta, dia memang mulai mendekatiku sejak aku putus dengan Tika, namun semua itu hanya sementara. Indahnya harapan semasa aku SMP pun hilang seketika. Dia kini seakan tak peduli lagi bagaimana perasaanku dulu. Lagi pula, dia sedang dekat dengan anak kuliahan.
Ya, semua seakan perlahan hilang, lenyap, dan tak berbekas. Kadang hidup memang perlu ada selingan untuk sendiri. Namun tidak selamanya sendiri itu indah. Ya, selama setahun ini, aku hanya dekat dan mulai banyak bercerita dengan rekan kelas lain, Meli. Dia memang baik, pendengar, dan tahu bagaimana menjawab keluh kesah cinta. Dan perlahan dia membawaku pada satu suasana baru dimana menepikan cinta, dan fokus pada satu sudut pandang, masa depan.
Banyak cerita dan bertukar kata aku denga Meli jika sedang jam istirahat di Perpustakaan. Tak sedikit orang pula mengira kita adalah sepasang kekasih. Padahal kita tidak selalu berdua, ada rekannya, Biya, Doni, dan lainnya. Kita saling tukar pendapat, saling tukar tugas, mmm maksudnya menanyakan tugas, bukan mencontek loh ya. Sesekali lah.
Hal bodoh jika aku tidak memiliki perasaan pada Meli. Namun aku masih menahan, karena ku pikir dia hanya menganggapku rekan, teman, atau sahabat. Mudah saja aku mengatakan cinta padanya, tapi aku tidak mau menghancurkan suasana yang sudah satu tahun kita jalin bersama.
"An, kamu udah gak ada yang deketin lagi akhir-akhir ini?", Meli dengan nada datar menanyakan hal itu sambil menyalin catatan dari buku Bahasa Indonesia.
"Ada sih Mel, tapi gimana yah? Gak yakin aku", jawabku sambil melihat ke sekeliling.
"Kenapa gak yakin? kok ga cerita lagi sih kalo ada yang deket?", Tanya Meli heran.
"Ya mau gimana Mel? orang yang lagi deket itu kamu kok", jawabku dengan senyum.
"Apaan sih? kok gue An?", dengan malu-malu Meli membasuk mukanya yang mulai memerah.
"Iya, aku emang suka sama kamu Mel, tapi aku bingung ngungkapinnya, dan aku juga ragu kamu gak punya perasaan apa-apa sama aku Mel", damn kenapa gue jujur gini.
Jam istirahatpun berbunyi. Meli hanya melongo dan garuk garuk kepala, dia antara kaget dan bingung mau jawab apa.
"An, aku ke kelas duluan ya." Meli langsung hilang dari pandanganku.
Ah bisa-bisanya aku berkata seperti itu didepan Meli langsung. Dan dari raut mukanya pun speertinya dia tidak begitu menginginkan ada hubungan lebih dianatara kita.
Sudah satu minggu ini Meli tidak pernah lagi ke Perpustakaan. Aku chat pun dia hanya jawab lagi fokus untuk UN yang hanya beberapa minggu lagi. Apakah dia menjaiuh karena ucapanku tempo hari? Bisa saja. Tapi rasanya dan seharusnya dia tak pernah seresah dan sampai pelan-pelan menjauh.
Sepulang sekolah, aku seperti biasa dengan rekanku si Dodo pulang bareng. Berhubung rumah ku tidak jauh dari Sekolah, ya seperti biasa aku jalan kaki saja. Namun siang itu seperti petir menyambar-nyambar. Aku melihat sendiri Meli genggaman tangan sambil jalan pulang dengan seorang laki-laki. Mereka jalan perlahan menuju motor yang terparkir diseberangnya. Dari kajauhan aku melihatnya pergi. Mereka bagaikan, sepasang kekasih.
Aku baru sadar, saat ini Meli benar-benar hanya menganggapku sebagai seorang teman. Tidak lebih. Maka dari itu, dia menjauh karena tidak ingin aku memiliki harapan padanya dan juga menjaga perasaan hati kekasihnya. Ya, aku kembali berjalan pulang. Pelan aku berjalan, dan sesampainya depan rumah, aku tertegun. Ada seorang Wanita perawakan 40 tahun sedang asik mengobrol dengan Ibuku. Yang membuatku tertegun bukan wanita 40-an itu, tapi perempuan yang disampingnya, bukan, bukan Ibuku juga, tapi dia, Tika. Tika???

Komentar
Posting Komentar